Tahun 1982, peristiwa sepak bola Indonesia, dalam hal ini tim nasionalnya, relatif sepi. Hal itu beralasan karena PSSI tidak akan menghadapi turnamen resmi periode dua atau empat tahunan semacam (Pra) Piala Dunia, (Pra) Olimpiade), dan (Pra) Piala Asia. Khusus untuk Asian Games, Indonesia melalui KONI Pusat, sudah tidak gencar lagi. Paling-paling SEA Games, yang sudah harus dipersiapkan 1-2 tahun sebelumnya, yakni tahun 1982 ini. Selebihnya, PSSI hanya mempersiapkan kesebelasannya, bisa juga berupa timnasnya, dalam turnamen tidak resmi yang berlangsung tahunan semacam Piala Raja (King’s Cup) di Thailand, Piala Presiden (President’s Cup) di Korea Selatan, Piala Merdeka (Merdeka Games atau Merdeka Tournament) di Malaysia, dan Piala Merlion (Merlion Cup) yang baru diadakan pertama kali tahun 1982 ini di Singapura.
Pada awal tahun 1982 itu, penamaan dan/atau pembentukan timnas PSSI Utama sebagai kesebelasan nasional utama telah “berakhir”. Ke depan, menurut Ketua Umum PSSI Syarnubi Said, sebagaimana dilaporkan Kompas edisi Jumat, 5 Maret 1982, regu nasional nantinya akan berintikan para pemain Perserikatan, sedangkan para pemain Galatama hanya diberi tugas khusus untuk Kejuaraan Piala Dunia.
Ketua Umum PSSI periode 1981-1985 mengungkapkan hal itu, Kamis, 4 Maret 1982, sehari setelah pertemuannya dengan pimpinan KONI Pusat di Gedung KONI Pusat, Senayan, Selasa, 3 Maret 1982. Dalam pertemuan itu, Ketua Harian KONI Pusat D. Suprajogi menyatakan bahwa KONI Pusat tidak lagi mempersoalkan apakah Galatama mempunyai status amatir atau nonamatir. Pengurus PSSI sendiri yang akan menentukannya (Kompas edisi Rabu, 4 Maret 1982).
Menurut D. Suprajogi, pendirian KONI Pusat itu diambil berdasarkan kesanggupan PSSI sendiri yang akan membentuk kesebelasan nasional dari pemain Perserikatan. Kesebelasan nasional ini akan diturunkan dalam kejuaraan-kejuaraan resmi dimana para pemainnya harus berstatus amatir seperti Olimpiade, Asian Games, dan SEA Games.
Syarnubi Said merupakan Ketua Umum PSSI periode 1981-1985 yang serah terima tugas dari pengurus lama ke pengurus baru dilakukan Jumat, 29 Januari 1982 (Kompas edisi Sabtu, 30 Januari 1982). Sebelumnya, Syarnubi Said diumumkan sebagai Ketua Umum PSSI, Jumat, 15 Januari 1982, oleh formatur pembentukan pengurus PSSI 1981-1985 (Kompas edisi Sabtu, 16 Januari 1982). Ada pun formatur pembentukan pengurus yang terdiri dari tiga orang (Syarnubi Said, Suparjo Pontjowinoto, dan Wahab Abdi) sudah ditetapkan dalam Kongres PSSI 1981 di Gedung Pengelola Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, pada 19-21 Desember 1981 (Kompas edisi Selasa, 22 Desember 1982). Sebagaimana dimaklumi bahwa Suparjo Pontjowinoto bertindak sebagai pejabat Ketua Umum PSSI –ketua presidium PSSI– karena Ketua Umum PSSI periode 1977-1981 Ali Sadikin mengundurkan diri. (Ingat pada peristiwa “Petisi 50” pada 1980).
Perihal PSSI Perserikatan, menurut Syarnubi, pelatnas dengan 40 pemain dari Perserikatan akan dimulai 15 Maret 1982 di Kompleks Krakatau Steel, Cilegon. Mereka akan dibina dalam jangka panjang oleh pelatih Bernd Fischer hingga diterjunkan ke SEA Games XII/1983 di Singapura (Kompas edisi Jumat, 5 Maret 1982). Menurut rencana, dalam tahun 1982 ini, regu nasional tersebut akan diterjunkan ke Piala Raja di Bangkok (Thailand), Piala Presiden di Seoul (Korea Selatan), Piala Merdeka di Kuala Lumpur (Malaysia), dan Piala Anniversary di Jakarta. (Kelak, Piala Anniversary tidak diselenggarakan lagi karena PSSI hendak menggantinya dengan Piala Kemerdekaan pada 1983 [Kompas edisi Rabu, 18 Agustus 1982] –meski baru terwujud pada 1985).
Berkaca ke belakang, PSSI Perserikatan sebagai kesebelasan nasional utama itu sendiri bisa dikatakan penerus dari PSSI Utama itu sendiri. Kiprah PSSI Utama yang saat itu dimanajeri oleh Syarnubi Said “berakhir” pada SEA Games XI/1981 yang menjadi terget akhirnya.
Sebetulnya, PSSI Utama masih ada hingga Januari 1982 ketika Bahrain yang dipersiapkan untuk Piala Teluk (Gulf Cup) hendak melakukan perlawatan ke Indonesia (Kompas edisi Minggu, 27 Desember 1981). Pemain yang akan dipanggil tidak berbeda dengan yang diturunkan di SEA Games 1981. “Kita tidak mempunyai kesebelasan lainnya,” kata Suparjo Pontjowinoto –yang saat itu menjadi pejabat Ketua Umum PSSI– sebagaimana dikutip Kompas edisi yang sama.
Dalam perkembangannya, PSSI Utama pun memanggil 16 pemain yang seluruhnya dari klub-klub Galatama, delapan di antaranya dari Warna Agung (Kompas edisi Selasa, 12 Januari 1982). Namun, dalam perkembangannya pula, Bahrain yang dijadwalkan bertanding di Senayan melawan PSSI Junior (20 Januari 1982) dan PSSI Senior (23 Januari 1982) batal ke Indonesia (Kompas edisi Senin, 18 Januari 1982).
Jauh, sebelumnya, PSSI Utama ini berawal dari pembentukan timnas Indonesia yang mempersiapkan diri menghadapi Lokomotiv Moskwa (Uni Soviet) –tetapi batal– yang materi pemainnya berasal dari peserta Kejuaraan Nasional Utama –Perserikatan– PSSI 1978/1979 (Kompas edisi Senin, 15 Januari 1979).
(Catatan NovanMediaResearch: Dalam pembahasan ini, penulis menulis PSSI Perserikatan “Generasi Awal”. Penulis pun menulis PSSI Perserikatan yang merupakan PSSI Pratama yang di-Utama-kan. Selanjutnya, dalam dinamika pemberian nama “Pratama” dan “Perserikatan”, penulis menetapkan penulisan “PSSI Pratama”).
Piala Raja
Dalam perkembangannya, Niac Mitra, juara Galatama 1980/1982, menjadi wakil PSSI ke Piala Raja di Thailand (1-17 Mei 1982). Ini merupakan perubahan dari rencana PSSI semula yang bermaksud mengirimkan PSSI Pratama (Kompas edisi Selasa, 23 Maret 1982).
Menurut Sekum PSSI Sutyono J. Alis, PSSI terpaksa mengadakan perubahan tersebut karena PSSI Pratama yang diasuh pelatih Bernd Fischer dinilai belum cukup memadai untuk ditampilkan dalam suatu turnamen internasional. PSSI Pratama ini diperkuat pemain-pemain Perserikatan, kecuali Berty Tutuarima (Bintang Timur) dan beberapa pemain bekas anggota Jaka Utama yang telah dibekukan.
Ada pun Niac Mitra dalam Piala Raja 1982 ini ditambah Sudarno, penjaga gawang Jayakarta. Pemberangkatan Sudarno untuk memperkuat kesebelasan Niac Mitra yang berangkat ke Bangkok dengan bendera nasional ini muncul ketika klub Galatama asal Surabaya itu dipecundangi kesebelasan nasional Singapura 0-2 dalam pertandingan persahabatan di Singapura (25 April 1982). Kiper utama Niac Mitra, Hendrik Montolalu, dinilai kurang cukup tangguh (Kompas edisi Rabu, 28 April 1982).
Piala Presiden
Batal ke Piala Raja 1982, PSSI Pratama dikirim PSSI ke Piala Presiden 1982 di Seoul, Korea Selatan. Dalam turnamen internasional yang berlangsung 5-18 Juni 1982 itu, PSSI Pratama diasuh oleh Bunyamin Ramto (manajer), Bernd Fischer (pelatih) serta dua asisten pelatih (Hendarto dan Lexy Titiheluw).
Di Piala Presiden 1982, Indonesia tergabung dalam Grup A. Dalam pertandingan pertama (5 Juni 1982), Indonesia berhasil mengalahkan India 1-0. Namun, dalam pertandingan kedua (7 Juni 1982), Indonesia harus mengakui keunggulan tuan rumah Korea Selatan A (Hwarang) 3-0. Meskipun bermain imbang 1-1 dengan Bahrain (9 Juni 1982), Indonesia akhirnya tertahan di babak penyisihan Grup A setelah dikalahkan Belanda (PSV Eindhoven) 0-4 (13 Juni 1982).
Piala Merdeka
Rencana pengiriman PSSI Pratama ke Piala Merdeka 1982 di Malaysia, sebagaimana ke Piala Raja 1982 di Thailand, hampir batal.
Pada awalnya, PSSI melalui Ketua Harian PSSI Suparjo Pontjowinoto, 6 Juli 1982, merencanakan untuk mengirimkan Tunas Inti ke Piala Merdeka 1982. Tunas Inti merupakan peringkat ke-11 Galatama 1980/1982 yang menjelang Galatama 1982/1983 ini bertabur bintang.
Alasannya, Suparjo menyatakan, saat ini PSSI menghadapi kesulitan untuk mencari kesebelasan yang memadai untuk ditunjuk sebagai kesebelasan nasional. Kesebelasan Perserikatan yang dahulu bernama Pratama sedang meliburkan pemain-pemainnya dan baru akan kembali berlatih akhir Juli (Kompas edisi Kamis, 8 Juli 1982).
“Dilihat dari materi pemain dan pelatih serta mantapnya organisasi mereka, pilihan terhadap Tunas Inti merupakan yang terbaik. Meskipun dalam kompetisi lalu hanya menduduki tempat kesebelas,” ujar Suparjo dalam Kompas edisi yang sama, sambil menambahkan, “Disamping hal-hal utama itu klub tersebut menyatakan kesanggupan untuk tidak membebani PSSI dalam persiapan maupun soal-soal lainnya”.
Penunjukan Tunas Inti ke Piala Merdeka 1982 tentu saja mendapat reaksi keras, salah satunya dari Manajer Mercu Buana Kamaruddin Panggabean (Kompas edisi Rabu, 14 Juli 1982). Sinyo Aliandu, pelatih Tunas Inti, pun mengatakan, “Apa kata Kamaruddin, itu haknya untuk bicara” (Kompas edisi Kamis, 15 Juli 1982).
Akhirnya, Ketua Umum PSSI Syarnubi Said menegaskan bahwa kesebelasan yang akan dikirim ke Piala Merdeka 1982 di Kuala Lumpur, Malaysia, adalah kesebelasan Perserikatan. Menurut Syarnubi, kepastian mengirim kesebelasan nasional Perserikatan terutama berdasarkan kebijaksanaan pembinaan kesebelasan yang diharapkan menjadi andalan Indonesia di masa depan itu. “Tim mana lagi yang akan kita kirim, kalau bukan yang ini? Kita harus membenahinya dengan selalu terus menerjunkannya pada turnamen-turnamen yang baik,” tambahnya sebagaimana dikutip Kompas edisi Rabu, 21 Juli 1982. Salah satu turnamen itu adalah yang di Kuala Lumpur tersebut.
Lalu, PSSI mengumumkan 24 pemain PSSI Perserikatan untuk menjalani pelatnas. Mereka adalah Supardi (PSMS), Khaerul Agil, Agusman Riyadi, Nusyirwan, Suryamin, Tan Tio Ping (Galasiswa Ragunan), Budi Johanis (Persebaya), Wolter Sulu (Persib), Berty Tutuarima (Bintang Timur/Persija), Ronald Wongkar, Eddy Sudharnoto, S. Suharto (Bina Taruna/Persija Timur), Ristomoyo (Caprina/Persija Timur), Bonar Tobing (Jayakarta/Persija), Budi Tanoto (Tunas Jaya/Persija), Purwono (Mojokerto), Mundari Karya, M. John, Subangkit (Jaka Utama/Persil Lampung), Daniel Selay, Asep (Persikabo), Metu Duaramuri (Mandala/Persipura), Kartiman (Persipon), dan L. Lando (PSK Kupang).
Senin, 2 Agustus 1982, Ketua Umum PSSI Syarnubi Said pun melepas PSSI Perserikatan ke Piala Merdeka 1982. Sebanyak 18 pemain diberangkatkan yaitu Purwono, Bonar Tobing, Eddy Sudharnoto, Ristomoyo, Daniel Selay, Subangkit, Berty Tutuarima, Suryamin, Mundari Karya, Budi Johanis, Wolter Sulu, Nusyirwan, Ronald Wongkar, Agusman Riyadi, Khaerul Agil, Supardi, M. John, dan Suharto. Keberangkatan mereka disertai Bunyamin Ramto (manajer), Bernd Fischer (pelatih), serta dua asisten pelatih (Hendarto dan Kurniawan).
Sebagaimana di Piala Presiden 1982, PSSI pun tidak membebani target di Piala Merdeka 1982 ini, kecuali harapan menampilkan semangat dan disiplin tinggi. “Kami optimis, tapi realistis,” ujar ketua rombongan yang juga manajer tim PSSI Perserikatan Bunyamin Ramto sebagaimana dilaporkan Kompas edisi Selasa, 3 Agustus 1982.
Disaksikan sekitar 10.000 penonton, timnas Indonesia yang diwakili PSSI Perserikatan membuat kejutan. Dalam pertandingan pembukaan Piala Merdeka di Stadion Merdeka, Kuala Lumpur, Malaysia (5 Agustus 1982), Indonesia berhasil mengalahkan tuan rumah Malaysia 2-0. Kedua gol Indonesia itu dicetak Ronald Wongkar pada menit 25 dan 43. Namun, bekal kemenangan itu tak juga mampu mengimbangi permainan cepat Korea Selatan dan kalah 0-4 (8 Agustus 1982).
Meskipun demikian, Indonesia masih memiliki peluang ketika gol Agusman Riyadi (menit 25) dan Mundari Karya (menit 59) memimpin “kemenangan” dua gol atas Senegal sebelum dibuyarkan dua gol balasan dalam lima menit sebelum pertandingan berakhir. Indonesia pun harus puas berbagi angka 2-2 dengan Senegal (11 Agustus 1982).
Dalam pertandingan terakhir babak penyisihan Grup A (14 Agustus 1982), di balik harus menciptakan kemenangan selisih enam gol agar lolos ke babak semifinal, Indonesia justru harus mengakui keunggulan Uni Emirat Arab 1-2 yang sebetulnya tetap memposisikan tim dari Timur Tengah itu menjadi juru kunci.
Piala Merlion
Tanpa rencana, Indonesia diundang untuk mengikuti Piala Merlion 1982 di Singapura. Ya, untuk pertama kalinya, Singapura menyelenggarakan Piala Merlion 1982 yang berlangsung pada 5-17 Oktober 1982.
Selasa, 5 Oktober 1982, pemain-pemain Perserikatan dalam nama PSSI Pratama bertolak ke Singapura dengan membawa 18 pemain. Purwono, Mundari Karya, Berty Tutuarima, Subangkit, dan Budi Johanis merupakan “sisa” PSSI Utama yang ikut serta. Sebanyak 13 pemain lainnya yaitu Bonar Tobing, Supardi, Ristomoyo, Suryamin, Freddy Mulli, Wolter Sulu, Yusuf Bachtiar, Daniel Selay, Budi Tanoto, Nusyirwan, Ronald Wongkar, Agusman Riyadi, dan Khaerul Agil.
Berbeda dari Piala Presiden dan Piala Merdeka yang tidak membebani target –mengingat lawan-lawannya–, dalam Piala Merlion ini PSSI tampaknya memberikan target masuk final.
Meskipun tidak mencetak gol dalam babak penyisihan Grup B Piala Merlion 1982, Indonesia berhasil meloloskan dirinya ke babak semifinal. Gambaran seperti itu terjadi ketika Indonesia bermain imbang 0-0 dengan Thailand (9 Oktober 1982) dan dalam pertandingan pembuka Grup B, Thailand dikalahkan Australia 0-4. Karenanya, untuk bisa lolos ke babak semifinal, Indonesia yang cukup bermain seri, tidak boleh kalah lebih dari selisih tiga gol dari Australia. Nyatanya, Indonesia memang harus mengakui keunggulan Australia 0-2.
Kalah 0-1 dari Korea Selatan di babak semifinal (13 Oktober 1982) membuat Indonesia cukup memperebutkan peringkat ke-3. Akhirnya, Indonesia menduduki peringkat ke-3 dalam Piala Merlion 1982 setelah mengalahkan Malaysia 4-3 melalui adu tendangan penalti (17 Oktober 1982).
Kompas edisi Selasa, 19 Oktober 1982, pun mencatat bahwa prestasi Indonesia di Singapura –Piala Merlion 1982– ini merupakan sukses internasional paling tinggi sejak tahun 1980 ketika Indonesia menjadi runner-up Piala Presiden 1980 di Korea Selatan.
Dnepr
Pada November 1982, Indonesia kedatangan Dnepr, klub Liga Uni Soviet (kini, Liga Ukraina). Menurut rencana, Dnepr akan dihadapkan dengan PSSI Perserikatan pada 21 November 1982 (di Surabaya) dan 23 November 1982 (di Jakarta). Bagi timnas Indonesia, ini merupakan pertandingan persahabatan internasional pertama sepanjang tahun 1982. Selain melawan PSSI Perserikatan sebanyak dua kali, Dnepr akan berhadapan dengan Persib di Bandung (25 November 1982) sebagai pertandingan ketiga atau terakhir dalam perlawatannya di Indonesia.
Untuk menghadapi Dnepr, PSSI Perserikatan pun melakukan persiapan dengan cara beruji coba sebanyak tiga kali. Lawannya, klub-klub amatir, yaitu Tunas Jaya (Persija Pusat), Indonesia Muda (Persija Selatan), dan PD Pasar Jaya (Galakarya DKI Jaya).
“Tidak ada persiapan khusus menghadapi Uni Soviet. Kami hanya melakukan tiga kali try-out,” kata Bernd Fischer, pelatih PSSI Perserikatan sebagaimana dikutip Kompas edisi Kamis, 18 November 1982.
Hasil Pertandingan Uji Coba PSSI Perserikatan
16-11-1982: PSSI Perserikatan vs Tunas Jaya 2-0
17-11-1982: PSSI Perserikatan vs Indonesia Muda 4-0
18-11-1982: PSSI Perserikatan vs PD Pasar Jaya 1-0
Dalam pertemuan pertama, PSSI Pratama –Kompas menulisnya begitu– dikalahkan Dnepr 0-1 di Stadion Gelora 10 Nopember, Surabaya (21 November 1982). Sayang, dalam pertemuan kedua, PSSI Perserikatan –Kompas menulisnya begitu– tidak bisa membalas ketika dikalahkan tim yang sama 1-2 di Stadion Utama, Senayan, Jakarta (23 November 1982). (Kelak, di Stadion Siliwangi, Bandung [25 November 1982], Persib pun harus mengakui keunggulan Dnepr 0-2 [Pikiran Rakyat edisi Jumat, 26 November 1982]).
Jelang SEA Games 1983
Tahun 1982 segera dilalui, tahun 1983 segera datang menjelang. Pada tahun 1983 itulah Indonesia akan menghadapi SEA Games XII/1983 di Singapura. Timnas Indonesia mana yang akan mewakili Indonesia di pesta olahraga se-Asia Tenggara itu?
Ternyata, kesimpulan utama dari pertemuan pimpinan PSSI di Senayan, Jumat, 24 Desember 1982, PSSI Pratama akan tetap mewakili Indonesia, tetapi dengan diperkuat beberapa pemain dari Liga Utama –Galatama (Kompas edisi Senin, 27 Desember 1982).
Memasuki tahun 1983, para pemain timnas untuk SEA Games 1983 benar-benar dirombak. Majalah Tempo edisi 29 Januari 1983 pun menulis: “…Sudah bisa diduga, persiapan tim sepak bola ke SEA Games XII di Singapura awal Juni mendatang banyak mengundang perdebatan. Sejak awal 1982 kesebelasan Pratama sebenarnya sudah dipersiapkan untuk pesta olah raga Asia Tenggara itu. Namun setelah pengurus PSSI mengamati mutu kesebelasan asuhan Bernd Fischer itu, Oktober lalu diputuskan untuk menyingkirkan Pratama. Dengan gagalnya Pratama itu kandaslah cita-cita Ketua Umum PSSI, Syarnubi Said yang sejak semula menghendaki tim itu yang mewakili Indonesia ke SEA Games. Akhirnya dicari jalan keluar untuk mengobati borok tim nasional dengan memilih pemain campuran antara Pratama dan Liga Utama…”.
Penyeleksian nama-nama pemain pun muncul ketika Hallelujah, klub dari Korea Selatan, menghadapi PSSI Pratama (17 Januari 1983) dan PSSI Selection (19 Januari 1983). Sebelumnya, Liga Selection berhadapan dengan Brazil All Stars pada 21 Desember 1982. Dalam pertandingan tersebut, kedua tim yang berhadapan dengan Hallelujah dilatih Bernd Fischer, sedangkan pelatih Liga Selection dipegang Iswadi Idris.
Hasil Pertandingan di Senayan
21-12-1982: Liga Selection vs Brazil All Stars 0-5
17-01-1983: PSSI Pratama vs Hallelujah 0-2
19-01-1983: PSSI Selection vs Hallelujah 1-1
Itulah dinamika kisah timnas Indonesia sebelum era SEA Games 1983.