Apa Kabar Klub-klub Liga Primer Indonesia 2011?

Kliping “Kompas” edisi Minggu, 21 Agustus 2011.

Alkisah, hingga tahun 2010, penyelenggaraan sepak bola Indonesia masih kisruh –banyak atau sedikit, sejak dulu juga begitu. Salah satu “dialog” mutakhir pada zamannya, diselenggarakan Kongres Sepak bola Nasional (KSN) di Malang pada 30-31 Maret 2010. Kelak, di kemudian hari, pada September 2010, sebagian pihak mendeklarasikan kompetisi profesional baru yang berwujud “Liga Primer Indonesia”. Liga Primer Indonesia dijalankan mulai 8 Januari 2011 –dari rencana Oktober 2010– karena berbagai kendala. Itu pun hanya berlangsung satu putaran karena putaran kedua “disepakati” untuk tidak dilanjutkan. (Pada masa ini Liga Primer Indonesia dinyatakan menyalahi karena berseberangan dengan Liga Super Indonesia).

Cita-citanya, klub-klub anggota PSSI ingin ditata agar “benar-benar” profesional. (Hal yang paling ramai dibicarakan saat itu adalah agar klub tidak membebani dana APBD). Karena “tidak diperkenankan” oleh anggota-anggota PSSI –dianggap menyalahi–, Arifin Panigoro (Boss Medco Group), penggagas Liga Primer Indonesia, membentuk klub-klub baru. (Liga Primer Indonesia tidak bermaksud berada di luar PSSI. Namun, dimaklumi, mana bisa? Karena berada di luar PSSI, wajar kalau Liga Primer Indonesia dinyatakan sebagai kompetisi illegal).

Klub-klub baru tersebut –ada juga yang lama– yaitu Atjeh United (Banda Aceh), Bintang Medan (Medan), Medan Chief (Deli Serdang), Kabau Padang (Padang), Tangerang Wolves (Tangerang), Batavia Union (Jakarta Utara), Jakarta FC 1928 (Jakarta Pusat), Bogor Raya FC (Bogor), Bandung FC (Bandung), Semarang United (Semarang), Ksatria XI Solo FC (Solo), Real Mataram (Sleman/Yogyakarta), Persibo (Bojonegoro), Persebaya 1927 (Surabaya), Persema (Malang), Bali De Vata (Gianyar), Manado United (Manado), PSM (Makassar), dan Cenderawasih Papua (Jayapura). (Saya kira, “kita” memahami mengapa klub-klub baru tersebut dibentuk di daerah-daerah yang bersangkutan pada zamannya: Untuk mewakili klub mana? Setidaknya, representatif).

Pada masa ini, ada tiga klub Liga Super Indonesia 2010/2011 yang keluar yaitu Persibo, Persema, dan PSM. (Pada masa ini pula, Persebaya –1927– asuhan Pelatih Aji Santoso sedang mempersiapkan diri pada Divisi Utama Liga Indonesia 2011/2012. Perihal dana, dikabarkan, antara lain, datang dari Arifin Panigoro. Kelak, Persebaya 1927 malah pindah ke Liga Primer Indonesia sebagai bentuk perlawanan karena peristiwa degradasi pada musim sebelumnya). Persibo dan Persema sudah pasti ikut Liga Primer Indonesia 2011. Sementara PSM –sebagaimana Persebaya 1927– masih dipertanyakan. Saat itu, PSM dengan semangat 1915 didegradasi ke Divisi I. Karenanya, Makassar City FC yang kemudian bernama PS Makassar dicatat sebagai peserta Liga Primer Indonesia 2011. Kelak, PSM benar-benar ikut serta dan karenanya pula PSM pun tercatat sebagai peserta Liga Primer Indonesia 2011 yang menghapus keberadaan nama Makassar City FC/PS Makassar. (Bagaimana dengan keberadaan PSM yang didegradasi ke Divisi I Liga Indonesia? Sejarah tidak berwujud).

Mengapa tidak satu klub satu kota? Karena, pada masa itu, ada dua “kekuatan”, sebutlah Batavia Union untuk Persitara dan Jakarta FC 1928 untuk Persija. Ada juga Bintang Medan untuk PSMS dan Medan Chief untuk Pro Duta/Pro Titan. (Bagaimana pun, Pro Duta/Pro Titan dimiliki oleh Sihar Sitorus yang kelak merupakan pengurus PSSI-nya Ketua Umum Djohar Arifin Husin yang menggantikan Ketua Umum Nurdin Halid).

Sementara itu, Bandung FC “tidak diperkenankan” untuk menggantikan Persib –dalam arti, Persib berdiri sendiri.

Di Bandung, karena ditolak Persib, Bandung FC hendak menggunakan nama Maung Bandung Raya FC untuk menarik perhatian masyarakat pencinta Bandung (Persib). (Dua klub sekaligus yaitu Maung Bandung dan Bandung Raya he he he. Maung Bandung di sini dalam konteks Persib). Namun, ada keberatan dari Maung Bandung FC-nya Deny Susanto –pemilik, yang sebelumnya juga memiliki klub bernama Pro Duta (yang pindah ke Sleman). Karena Persib menolak dan Maung Bandung FC merasa keberatan, Bandung FC pun dikonfirmasikan pada Persikab –karena pengurus Persikab turut mendeklarasikan Liga Primer Indonesia. Karena tidak bermaksud seperti itu –hanya atas nama pribadi–, akhirnya Bandung FC pun tetap bernama Bandung FC.

Persibo dan Persema sudah pasti. Apalagi Persebaya! –yang “terpaksa” memakai 1927 untuk membedakan dengan Persebaya di Divisi Utama Liga Indonesia –kelak, bermuara pada Bhayangkara FC.

Ke-19 klub itu pun mengikuti Liga Primer Indonesia 2011.

Liga Prima Indonesia

Masa jabatan Nurdin Halid harus diakhiri. Kongres Luar Biasa PSSI di Solo (2011) telah memilih Djohar Arifin Husin sebagai Ketua Umum PSSI periode 2011-2015. Salah satu keputusannya yaitu Liga Super Indonesia dan Liga Primer Indonesia dibubarkan. Dualisme kompetisi profesional pun diakhiri –tentu saja termasuk Liga Super Indonesia yang sudah “lama”. PSSI pun membuat kompetisi yang baru yaitu Liga Prima Indonesia.

Pada masa ini, PSSI merencanakan Liga Pro 1 dan Liga Pro 2.

Siapa yang menjadi peserta Liga Prima Indonesia? Pesertanya yaitu klub-klub anggota PSSI. Lalu, bagaimana dengan klub-klub baru peserta Liga Primer Indonesia?

Jika ingin tetap ikut berkompetisi, klub-klub baru Liga Primer Indonesia harus merger –bergabung– dengan klub-klub anggota PSSI, baik Liga Super Indonesia maupun Divisi Utama Liga Indonesia. Jika tidak, klub-klub baru Liga Primer Indonesia mau tidak mau harus bubar. Tamat riwayatnya.

Seingat saya, PT-nya saja yang bertahan, kecuali nama Bali De Vata yang sempat bertahan (Persires Bali De Vata). Bagaimana pun, PT-nya tersebut berguna untuk verifikasi. Cita-citanya kan verifikasi klub profesional.

Pada awalnya, klub-klub Liga Primer Indonesia itu disarankan untuk merger dengan klub dari anggota PSSI yang sedaerahnya. Sebutlah Atjeh United (Banda Aceh) dengan Persiraja (Banda Aceh), dan seterusnya.

Namun, hal itu tidak mudah. Berdasarkan pengamatan saya, Bandung FC (Bandung) merger dengan Persiba Bantul, Kabau Padang (Padang) merger dengan Persik Kediri, dan Bali De Vata (Gianyar) merger dengan Persires Rengat –karenanya, muncul Persires Bali DeVata.

Ada cerita menarik pada Persebaya (Divisi Utama Liga Indonesia) dan Persebaya 1927 (Liga Primer Indonesia). Awalnya konflik. Lalu, kedua pemimpinnya sempat bersatu untuk menggulingkan PSSI. Ketika PSSI “baru” terbentuk, disatukannya Persebaya (Liga Indonesia) dan Persebaya 1927 (Liga Primer Indonesia) tetap tidak terwujud –kelak, malah berkepanjangan hingga menjelang Liga Super Indonesia –QNB League– 2015 yang akhirnya dihentikan. (Padahal tulisan saya kali ini dibatasi kurun waktunya pada 2011-2013).

Sayang, dualisme kompetisi profesional masih terjadi. PSSI-nya Djohar Arifin Husin tetap menyelenggarakan Liga Prima Indonesia 2011/2012. Sementara PSSI-nya La Nyalla Mattalitti (baca: KPSI) kembali mempertahankan Liga Super Indonesia 2011/2012. Kali ini, Liga Super Indonesia dinyatakan sebagai kompetisi illegal. (Kisruh ini bermuara pada kepengurusan PSSI yang baru lagi [2013] yaitu Djohar Arifin Husin [Ketua] dan La Nyalla Mattalitti [Wakil Ketua]).

“Partai Terlarang”?

Kalau saya menghidupkan kembali Bandung FC –atau bahkan membuat klub baru bernama Bandung FC– misalnya, terkesan stigma sepak bola era Liga Primer Indonesia. Klub-klub baru Liga Primer Indonesia tersebut terkesan sebagai “partai terlarang”. Namun demikian, entah bagaimana jalan ceritanya –ini juga perlu check and recheck– kok nama Aceh United masih ada?

Mestinya, Aceh United hilang karena bergabung ke klub anggota PSSI (jika itu terjadi). Pada akhirnya, mungkin tepat kalimat saya berikutnya: “…atau bahkan membuat klub baru bernama Bandung FC meskipun terkesan stigma sepak bola era Liga Primer Indonesia…”.

Tinggalkan komentar